Anwar Usman Resmi Diberhentikan dari Ketua MK

Anwar Usman Resmi Diberhentikan dari Ketua MK

Anwar Usman Resmi Diberhentikan dari Ketua MK


Marikupas - Anwar Usman secara resmi diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Anwar terbukti lakukan pelanggaran berat pada kode etik atas tes materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batasan umur capres-cawapres. Keputusan ini diketok oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada sidang pembacaan keputusan etik, Selasa (7/11/2023). "Jatuhkan ancaman pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi ke hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, pada sidang yang diadakan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

MKMK mengatakan jika Anwar terbukti lakukan pelanggaran berat pada kode etik dan sikap hakim konstitusi seperti tercantum pada Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan. Dalam keputusannya, MKMK memerintah Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam kurun waktu 24 jam. Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak memiliki hak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai saat kedudukannya sebagai hakim konstitusi usai. "Hakim terlapor tidak dikenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan proses pengambilan keputusan dalam kasus konflik hasil pilpres dan wapres, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang berpotensi munculnya bentrokan kepentingan," papar Jimly.

Sebagai informasi, sangkaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini muncul sesudah MK yang dipimpin ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, menyetujui tuntutan berkaitan persyaratan umur calon presiden dan cawakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) melalui keputusan yang kontroversial. Dalam keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merangkum sendiri etika jika seorang pejabat yang dipilih lewat pemilu bisa daftarkan diri sebagai capres-cawapres meskipun tidak memenuhi persyaratan umur minimal 40 tahun. Keputusan ini memberikan tiket untuk putra pertama Jokowi yang keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam umur 36 tahun dengan bekal status Wali Kota Solo yang baru dipakainya tiga tahun. Gibran juga secara aklamasi disetujui Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai akan calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto semenjak Minggu (22/10/2023) dan sudah didaftarkan sebagai akan capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar menentang dirinya terlibat perseteruan kepentingan saat memutuskan kasus ini, walau pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tidak sepakat Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengganti sikap MK dalam kurun waktu pendek. Walau sebenarnya, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon namanya Almas Tsaqibbirru, seorang siswa/mahasiswa kelahiran tahun 2000, mengaku dirinya merupakan penggemar Wali Kota Solo yang anak pertama Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming. Almas mengharapkan, Gibran dapat maju pada Pilpres 2024 meskipun umurnya belum penuhi ketentuan minimal 40 tahun.

Keseluruhan, MK sudah terima dengan resmi 21 pengaduan berkaitan sangkaan pelanggaran kode etik dan pedoman sikap hakim dari keputusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu. Pengaduan itu bervariatif, dimulai dari memberikan laporan Ketua MK Anwar Usman sebagai paman Gibran, ada yang meminta mengundurkan diri, ada yang memberikan laporan semua hakim konstitusi, ada yang memberikan laporan hakim yang sampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). MKMK membacakan keputusan ini satu hari saat sebelum tenggat pengusulan akan pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

MKMK Menyatakan Tidak Dapat Koreksi Putusan MK


Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan jika mereka tidak dapat mengoreksi putusan kontroversial MK terkait dengan persyaratan umur minimum capres-cawapres. Hal tersebut terungkap dalam rangkuman keputusan etik pertama kali yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, berkaitan rumor pembiaran perselisihan kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). "Majelis Kehormatan tidak berkuasa menilai keputusan Mahkamah Konstitusi, in case putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," tulis putusan itu yang diperlihatkan pada sidang pembacaan keputusan, Selasa (7/11/2023). "Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak bisa diterapkan dalam keputusan perkara pengujian undang-undang pada UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."

Dikabarkan sebelumnya, UU 48/2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman mengatakan jika putusan tidak sah bila melibatkan hakim yang terlibat perseteruan kepentingan. Kasus itu harus disidang ulang tanpa hakim itu. Pijakan hukum ini awalnya dipakai salah satunya pelapor, Denny Indrayana. Sangkaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini muncul sesudah MK yang dipimpin ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman mengabulkan tuntutan berkaitan persyaratan umur calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) melalui putusan yang kontroversial. Dalam keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merangkum sendiri norma jika seorang pejabat yang dipilih lewat pemilu bisa daftarkan diri sebagai capres-cawapres meskipun tidak penuhi persyaratan umur minimal 40 tahun. Keputusan ini memberikan tiket untuk putra pertama Jokowi yang sepupu Anwar, Gibran Rakabuming Raka untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam umur 36 tahun dengan bekal status Wali Kota Solo yang baru dipakainya tiga tahun.

Gibran juga secara aklamasi disetujui Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai akan calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto semenjak Minggu (22/10/2023) dan sudah didaftarkan sebagai akan capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023). Anwar menentang dirinya terlibat perselisihan kepentingan saat memutuskan perkara ini, walau pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tidak sepakat keputusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengganti sikap MK dalam kurun waktu pendek. Walau sebenarnya, dalam kasus nomor 90 itu, pemohon namanya Almas Tsaqibbirru, seorang siswa/mahasiswa kelahiran tahun 2000 mengaku dirinya merupakan penggemar Wali Kota Solo yang anak pertama Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.

Almas mengharap, Gibran dapat maju pada Pilpres 2024 meskipun umurnya belum penuhi ketentuan minimal 40 tahun.

Keseluruhan, MK sudah terima dengan sah 21 pengaduan berkaitan sangkaan pelanggaran kode etik dan pedoman sikap hakim dari keputusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu. Pengaduan itu bervariatif, dimulai dari memberikan laporan Ketua MK Anwar Usman sebagai paman Gibran, ada yang meminta mengundurkan diri, ada yang memberikan laporan semua hakim konstitusi, ada yang memberikan laporan hakim yang sampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). MKMK membacakan keputusan ini satu hari saat sebelum tenggat pengusulan akan pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
LihatTutupKomentar